Sebuah iklan rokok mengambil kalimat, “Yang Lebih Muda Yang Gak Dipercaya” sebagai tag-linenya. Bahkan versi televisi dari iklan tersebut secara gamblang memperlihatkan ketidakpercayaan kaum tua kepada kaum muda. Bagi sebagian besar orang mungkin kamu muda masih dianggap belum cukup makan asam garam sehingga belum layak untuk dipercayai, terutama untuk menjadi seorang pemimpin. Apakah pemikiran demikian dapat dibenarkan?
Pada dasarnya dan memang dibenarkan oleh hukum, tiap orang bebas untuk berpendapat. Yang terpenting adalah pendapat tersebut didukung oleh bukti-bukti dan fakta-fakta. Lalu apa yang mendasari munculnya pendapat “yang muda yang gak dipercaya” tersebut?
Jika kita lihat sejarah bangsa Indonesia ke belakang, kaum muda banyak berperan dalam perjalanan bangsa. Sebut saja peranan para pemuda pada masa perjuangan pergerakan kemerdekaan dengan mendirikan berbagai organisasi kepemudaan, yang pada akhirnya memunculkan kesadaraan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mulai bangkit dan bersatu untuk melawan penjajah, dan kemudian diperingati sebagai momen Kebangkitan Nasional. Selanjutnya pada era reformasi, para pemuda bangsalah yang mengambil bagian terbesar dalam mewujudkan proses reformasi pada tahun 1998. Berbagai pergerakan dan pemikiran generasi muda tersebut menjadi pendorong terjadinya reformasi di negara kita. Bahkan secara khusus pemerintah Indonesia telah menetapkan tanggal 28 Oktober sebagai hari Sumpah Pemuda, sebagai suatu bentuk penghargaan terhadap para pemuda yang telah mempelopori kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan Indonesia. Berbekal dari rentetan peranan pemuda dalam proses besar sejarah bangsa ini, apakah masih pantas untuk tidak memberikan kepercayaan kepada generasi muda untuk menjadi pemimpin?
Sudah saatnya paradigma lama tersebut dihapuskan. Dan sudah saatnya pula generasi muda tampil membuktikan diri layak menjadi pemimpin.
Sikap dan pemikiran. Dua hal inilah yang selalu menjadi sorotan dari seorang pemimpin. Sikap yang tegas dan mengayomi. Pemikiran yang luas dan berakhlak.
Sudah merupakan syarat mutlak bahwa seorang pemimpin harus tegas. Tegas dalam artian mampu meyakinkan dan mengarahkan orang lain untuk menjalankan hal-hal yang telah menjadi tanggung jawab orang tersebut. Tegas juga berarti harus dapat memutuskan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan pada saat yang tepat. Dalam hal generasi muda sebagai pemimpin, sikap tegas merupakan hal yang sulit untuk dijalankan. Benturan akan adanya rasa kesetiakawanan dan rasa hormat kepada orang lain, khususnya orang yang lebih tua, menjadi penghalang pemimpin muda untuk bersikap tegas.
Namun hal ini bisa diatasi dengan sikap pemimpin yang berikutnya, yaitu mengayomi. Dalam pengertian ini, seorang pemimpin muda harus mampu menempatkan diri secara tepat kepada orang-orang yang berbeda. Tidak melulu seorang pemimpin harus menempatkan dirinya sebagai atasan. Ada kalanya seorang pemimpin harus menempatkan dirinya setara dengan orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus mampu memimpin tanpa terkesan menggurui. Pemimpin muda yang memiliki sikap mengayomi niscaya akan mendapatkan respek dari banyak pihak, karena mereka merasa dihargai oleh sang pemimpin.
Sikap tegas dan mengayomi yang dilaksanakan secara beriringan akan membuat seorang pemimpin muda menjadi dipercaya, dan pada akhirnya berhasil untuk melaksanakan amanat kepemimpinan yang diberikan kepadanya.
Seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan luas. Suatu permasalahan tidak bisa dipandang hanya dari satu sisi saja. Perlu banyak aspek untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu, bagi seorang pemimpin muda, diperlukan kemampuan untuk dapat melihat permasalahan dari banyak segi. Namun demikian, bukan berarti pemimpin tersebut harus mahir dalam banyak bidang ilmu. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa sang pemimpin muda harus terbuka terhadap semua ide dan masukan yang ada. Walaupun ide dan masukan tersebut tidak sejalan dengan pemikirannya, selama mengarah kepada sesuatu yang positif, seorang pemimpin yang baik harus mempertimbangkan ide dan masukan itu. Permasalahan akan timbul jika ternyata ide dan masukan itu tidak sesuai dengan prinsip, budaya, dan norma-norma bangsa Indonesia.
Untuk mengatasi hal ini, maka diperlukan seorang pemimpin muda yang berakhlak. Akhlak diperlukan untuk menjadi penyaring, agar setiap ide dan masukan yang akan digunakan dan diterima, tetap sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Jika seorang pemimpin muda tidak memiliki akhlak yang baik, dikhawatirkan akan melunturkan nilai-nilai prinsip, budaya, dan norma positif yang selama ini dianut oleh bangsa Indonesia.
Penggabungan antara sikap tegas dan mengayomi dengan pemikiran yang luas dan berakhlak diharapkan dapat menjadi cerminan pemimpin muda yang ideal, yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa Indonesia. Maka sudah sepantasnya generasi muda diberikan kesempatan menjadi pemimpin, dan kemudian paradigma lama akan berubah menjadi, “Yang Lebih Muda Seharusnya Dipercaya!” | Posted in Sociocultural | https://noanggie.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar